UNICEF


Belasan gubuk beratap alang-alang berdiri di atas air tambak udang galah. Batang bambu jenis petung utuh menjadi tiang, menopang semua gubuk. Alas dan langit-langit gubuk pun memanfaatkan sususan bambu. Ada pula potongan bambu untuk memagari setiap gubuk. Susunan potongan bambu ini biasa digunakan orang untuk bersandar.

Gubuk bernuansa alam ini adalah restoran bernama Gubuk Makan Mang Engking di Jalan Godean Kilometer 16, Dusun Jamur, Desa Sendangrejo, Minggir, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk menjangkau restoran ini, pengunjung menempuh jarak 20 kilometer dari arah barat daya Kota Yogyakarta. Waktu tempuh dari Kota Yogyakarta 45 menit jika mengendarai mobil.


Gubuk ini biasa menjadi tempat mampir pemudik yang tiba di Yogya ataupun yang akan kembali ke sejumlah kota pada arus balik Lebaran 2014. Mereka bersantai menikmati aneka menu makanan dalam suasana pedesaan. “Banyak pemudik yang datang menghabiskan waktu libur Lebaran,” kata perwakilan manajemen Gubug Makan Mang Engking, Apep Zuhdi, Jumat, 1 Agustus 2014.

Apep adalah koordinator semua cabang restoran Gubug Makan Mang Engking di sejumah kota besar. Selain di Yogyakarta, restoran ini berdiri di Depok, Cibubur, Semarang, Purwokerto, Solo, Surabaya, dan Bali. Dalam waktu dekat, restoran ini juga akan membuka tiga cabang di Sumatera. Pemilik gubuk makan ini adalah Engking Sodikin asal Tasikmalaya, Jawa Barat.

Menurut Apep, gubuk ini berdiri pada lahan seluas dua hektare. Ada satu gubuk yang berdiri di atas air tambak. Selain itu, satu gubuk dan satu aula besar berdiri di atas daratan. Sebagian lahan tempat gubuk berdiri telah menjadi milik keluarga Engking Sodikin. Sedangkan separuhnya berstatus sewa karena lahan masih milik penduduk Dusun Jamur. Sebelum menjadi restoran yang besar, Gubuk Makan Mang Engking awalnya adalah tambak udang.

Pendiri gubuk, Engking Sodikin, adalah seorang pembudidaya udang. Ia menyuplai udang hasil budidayanya ke Bali. Peristiwa bom Bali tahun 2002 membuat sepi permintaan udang. “Mang Engking lalu berinisiatif mendirikan restoran di atas tambaknya pada tahun 2002 supaya ekonomi tetap berjalan,” kata Apep.

Gubuk Makan Mang Engking menjual suasana pedesaan layaknya gubuk di tengah sawah di pedesaan Tasikmalaya. Gubuk menjadi tempat singgah petani setelah beraktivitas di sawah mereka. Hal ini menginspirasi Engking mendirikan restoran. Engking dan keluarga yang mendesain gubuk makan. Ia mendatangkan secara khusus alang-alang yang menjadi atap gubuk dari Bali.

Apep mengatakan menu andalan dan favorit restoran ini adalah udang bakar madu. Udang galah berwarna kemerahan disajikan dengan cara ditusuk menggunakan bambu seperti sate. Rasa khas manis udang muncul karena menggunakan olesan madu setelah digoreng.

Madu itu meresap pada daging udang ketika dibakar sehingga menimbulkan rasa manis yang kuat. Harga satu porsi udang bakar madu Rp 78 ribu. “Udang bakar madu ini merupakan resep dari istri Mang Engking yang bernama Elis Kamila,” kata Apep. Sebagian udang yang dimasak diambil langsung dari tambak. Ada pula yang diambil dari pembudidaya tambak udang di Kudus, Jawa Tengah.

Ada pula menu ikan gurame bakar dengan aneka pilihan bumbu, seperti bumbu cobek, bakar, asam manis, dan saus tiram. Ada juga gurame goreng. Harga satu porsi menu ikan gurame ini Rp 65 ribu. Beberapa minuman yang bisa dipesan yaitu jus markisa, es teh, es jeruk, dan teh hangat. Selama Lebaran 2014, omzet restoran naik tiga kali lipat ketimbang hari biasa. Gubuk makan ini meraup omzet Rp 1,5 juta per hari selama Lebaran.

Restoran ini dilengkapi dengan fasilitas bermain untuk anak, yaitu ayunan dan sepeda untuk mengelilingi gubuk. Ada pula perahu untuk memutari areal tambak. Pengunjung gubuk makan ini kebanyakan sekeluarga dan orang yang datang beramai-ramai.

0 comments :

Posting Komentar

 
Top