UNICEF


Lapar di tengah malam? Saatnya mencoba makanan yang satu ini, sate kalong. Tenang, sate ini bukanlah terbuat dari binatang yang biasa terbang malam. “Ini hanya sebutan,” kata Didi, 45 tahun, pedagang sate kalong di Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Menurut Didi, sate khas Cirebon ini disebut sate kalong karena penjualnya, sejak zaman dulu, berjualan pada malam hari. “Sejak kakek saya berjualan sate, selalu keluar di malam hari,” kata Didi. Saat itu, sekitar 1930-an, Cirebon masih sangat sepi pada malam hari.


Sate kalong dibuat dari daging kerbau. Pemilihan daging kerbau bukan tanpa sebab. Selain untuk membuat beda dengan sate lainnya, juga karena dahulu masih cukup banyak pemeluk agama Hindu di Cirebon. “Untuk menghormati mereka yang tidak memakan sapi, dipilihlah daging kerbau ini untuk dibuat sate,” kata Didi.

Membuat sate dari kerbau cukup mudah. Daging kerbau terlebih dahulu harus direbus. Setelah didapatkan tingkat kematangan yang diinginkan, daging pun dipotong-potong kecil lalu ditusuk. Daging ditusuk bersama daging, urat ditusuk bersama urat.

Sebelum proses pembakaran, daging kerbau dicelupkan ke bumbu rempah-rempah yang dicampur gula, sehingga akan berasa sedikit manis. Sedangkan sate dari urat, sebelum dibakar, juga akan dicelupkan ke bumbu beraroma rempah-rempah, tapi dengan rasa asin. “Sehingga orang bisa memilih, mau yang asin atau manis,” ujar Didi. Ada juga yang mengombinasikan keduanya, rasa asin dan manis di satu piring sajian.

Selesai dibakar, sate diletakkan di bumbu kacang. Istimewanya, kacang dicampur dengan oncom. Setelah itu, sate diguyur dengan kaldu. “Kaldu ini berasal dari air rebusan daging kerbau tadi yang sudah dicampur dengan berbagai bumbu dan rempah,” tuturnya. Jadi, sate kerbau ini pun kaya dengan rasa rempah dan nikmat untuk dimakan.

Setiap harinya Didi berjualan di Jalan Lemahwungkuk mulai pukul 17.00 WIB hingga tengah malam. Saat ini Didi menjual sate kalong dengan harga Rp 18 ribu per kodi atau 20 tusuk. Tempo.co

0 comments :

Posting Komentar

 
Top